Rabu, 18 Juni 2008

permasalahan pendidikan di aceh pasca mou helsinki

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peristiwa yang menimpa provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 26 Desember 2004 itu memang sangat memprihatinkan. Duka yang teramat mendalam bagi bangsa Indonesia , selain memakan korban jiwa yang sangat besar , yakni sekitar 200 ribu jiwa manusia, berbagai kerusakan fasilitas umum, fasilitas sosial dan infrasuktur lainnya menbuat Aceh menjadi suatu daerah yang masuk dalam kategori kritis dan membutuhkan penanganan segera.

Dari perjalanan kurun waktu yang ada, terdapat pula kejadian yang sangat mendukung proram kegiatan di bumi serambi Indonesia yakni dengan pulihnya kondisi situasi keamanan daerah dan masyarakat Aceh dengan ditandatanganinya MOU Helsinki yang mengakhiri konflik berkepanjangan antara pihak GAM (Gerakan Aceh Merdeka) dan Pemerintah Indonesia (RI) pada tanggal 15 Agustus 2005. Dengan demikian kegiatan yang dilakukan yakni berupa penanganan-penanganan sarana dan prasarana mendasar agar rutinitas sehari-hari msayarakat Aceh dapat mulai berjaan kemabali. Hal ini berdasarkan padada rencana besar (grand strategy) dalam rangka rehabilitasi dan merontuksi daerah Aceh ini. Dalam hal ini memiliki orientasi yang bertujuan untuk menjadikan wilayah ini menjadi suatu wilayah yang maju dan mampu mensejahterakan seluruh komponen dan lapisan masyarakatnya.

Dimana grand strategy ini dikonsep oleh pemerintah pusat dan langsung dipimpin sendiri oleh Presiden Susilo Bambang Yodoyono, tehnis pelaksanannya dikerjakan oleh Bappenas yang sampai sekarang masih terus berjalan dan tinggal dalam kurun waktu satu tahun lagi proses kegiatan rehabilatasi dan rekontruksi ini berjalan. Pada poelaksanaan rencana pemerintah itu sendiri banyak mendapat support dari berbagai pihak yang ingin ikut berperan serta dalam proses pemulihan Aceh, bahkan dikalangan investor dari luar negeri banyak yang menawarkan diri untuk berpartisipasi dalam proyek kegiatan ini, terutama untuk pembangunan proyek-proyek infrastruktur .

Akan tetapi dari sekian peluang yang ada, memunculkan kekhawatiran yang menghantui masyarakat Aceh, yakni dengan adanya kekhawatiran bahwa latar belakang budaya dan reigi masayarakat Aceh akan terkikis habis dengn rencana yang ada. Karena sesungguhnya hari ini adalah masa-masa kemunduran Aceh. Masa dimana kita terpuruk di bidang politik (depolitisasi), ekonomi (eksploitasi), budaya (pelumpuhan budaya), dan juga agama (sekularisme). Aceh telah kehilangan semua identitasnya dalam bidang-bidang tersebut. Hari ini adalah juga masa dimana Aceh berhadapan dengan konflik (sosial) yang sangat panjang, yang menyebabkan hilangnya ribuan nyawa manusia dan banyak harta benda. Dalam masa-masa ini juga potensi sumber daya manusia Aceh terus berkurang, Aceh kehilangan pemimpin-pemimpin cerdas, Aceh juga kehilangan ilmuan-ilmuan. Kemunduran ini juga ternyata turut menghilangkan adat dan identitas yang selama ini sangat melekat yaitu Islam.[1]

Fakta yang tidak terbantahkan adalah pendidikan kita tidak ada landasan teorinya, tidak ada perencanaan, kita mencoba menwujudkan impian cet langet dan mempraktekkannya dalam seluruh jaringan saraf kita, urat nadi dan nafas kehidupan. Tanpa perencanaan dan teori dalam arti seperangkat alasan yang rasional, konsisten dan saling berhubungan. Maka tindakan-tindakan dalam pendidikan hanya didasarkan atas alasan-alasan yang kebetulan, seketika dan meuka lheuh na.

“Praktek tanpa teori adalah untuk orang idiot dan gila, sedangkan teori praktek hanya untuk orang-orang jenius”. (Dr. Gunning yang dikutip Langeveld 1955).

Sewajibnya, hal itu tidak boleh terjadi karena setiap tindakan pendidikan bertujuan menunaikan nilai yang terbaik bagi anak didik dan pendidik. Bahkan pengajaran yang baik sebagai bagian dari pendidikan selain memerlukan proses dan alasan rasional serta intelektual juga terjalin oleh alasan yang bersifat moral. Sebabnya ialah karena unsur manusia yang dididik dan memerlukan pendidikan adalah makhluk manusia yang harus menghayati nilai-nilai agar mampu mendalami nilai-nilai dan menata perilaku serta pribadi sesuai dengan harkat nilai-nilai yang dihayati itu,. Padahal sebenarnya terdapat peluang yang dapat membuat Aceh menjadi suatu kawasan yang lebih maju,bhakan dapat menjadi kawasan internsional.

Hal senada juga dikemukakan oleh Ir. Abdul Alim Salam, MSTR, ketua pusat Pengkajian Perencanan Dan pengambangan Kota, Ikatan Ahli Perencana Indonesia (IAI) DKI Jakarta. Menurutnya Aceh merupakan salah satu wilayah Indonesia yang paling yang berada di Selat Malaka. Kawasan yang akan terdukung oleh segera dibangunya Terusan Kra diperbatasan antara Malasyia dan Thailand, dengan adanya terusan Kra itu Aceh akan lebih cepat ter-connect dengan jalur yang langsung menghubungkannya dengan negara-negara maju dan potensial di Asia. Yaitu Jepang, Korea jua Cina, selain itu juga Aceh dapat menjadi kawasan internasional dengan beberapa kotanya yang dapat ditonjolkan dan dioptimalkan atau disipkan menjdai kota-kota internasional, misalnya Banda Aceh, Sabang, Meulaboh seperti layaknya Cina dengan kota-kota brunya seperti Shezen, Shanghai dan Guang Zhou..

Peluang aceh menjadi kawasan internasional, selain ditunjang dari sisi geografisnya, juga didukung potensi kekayan alm yang sangat besar, seperti yang diktakn Prof. Dr. Dididk J Rachbin bahwa Aceh bukanlah gugusan ekonomi terbelakang, melainkn daerh yng mempunyai potendi sumber daya alam yang besar, sehingga prospek keuntungan banyak terdapat disana.

Berangkat dari potensi yang dimiliki Aceh , maka dapat membuka wacana dan pemikiran terhadap pelaksanaan pembangunan dengan mendasarkan pendidikan sebagi pondasi utama seperti di kawasan timur tengah yang menjadikan daerah internasional yang maju , akan tetapi nilai-nilai keislmannya tetap dapat berjalan dengan baik

Gambaran Umum Provinsi Nanngroe Aceh Darussalam

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) terletak di ujung barat laut Sumatera (2o – 6o Lintang Utara dan 95o -98o Bujur Timur) dengan ibukota Banda Aceh, memiliki luas wilayah 57.365.57 Km2 (12,26 % dari luas pulau Sumatera) dan sekaligus terletak pada posisi strategis sebagi pintu gerbang lalu lintas perdagangan dan kebudayan yang menghubungkan belahan dunia timur dengan barat.

Daerah ini memiliki 119 pulau, 35 gunung, 73 sungai besar, 2 buah danau dan sebagian besar wiayahnta merupakan kawasan hutan yang terdiri dari hutan lindung seluas 26.440,81 dan hutan budidaya seluas 30.924,47 Km2 . Aceh memiliki beraneka ragam kekayan sumber daya alam antara lain minyak dan gas bumi, pertanian, industri, perkebunan (kelapa sawit, karet, kelapa, cengkeh, kakao, kopi, tembakau), perikanan darat dan laut, pertambangan umum(logam, batu bara, emas dan mineral lainnya).

Provinsi NAD terdiri dari 18 Kabupaten dan 5 Kota, 257 Kecamatan, 693 Mukim, 112 Kelurahan dan 6.219 desa dan secara topografi Provinsi NAD memiliki 45% daratan dan kurang lebih 55 % perbukitan dengan ketinggian rata-rata 125 meter dari atas permukan air laut.



Dasar Pemikiran

Pendidikan merupakan suatu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari diri manusia. Mulai dari kandungan sampai beranjak dewasa kemudian tua, manusia mengalami proses pendidikan yang didapatkan dari orang tua, masyarakat, maupun lingkungannya. Pendidikan bagaikan cahaya penerang yang berusaha menuntun manusia dalam menentukan arah, tujuan, dan makna kehidupan ini. Manusia sangat membutuhkan pendidikan melalui proses penyadaran yang berusaha menggali dan mengembangkan potensi dirinya lewat metode pengajaran atau dengan cara lain yang telah diakui oleh masyarakat.

Pendidikan sebagai hak asasi setiap individu anak bangsa telah diakui dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan. Sedangkan ayat (3) menyatakan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan Nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka Mencerdaskan Kehidupan Bangsa yang diatur dengan Undang-undang. Oleh karena itu, seluruh komponen Bangsa baik orang tua, masyarakat, maupun Pemerintah bertanggung jawab mencerdaskan Bangsa melalui pendidikan. Hal ini adalah salah satu tujuan bangsa Indonesia yang diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945 alinea IV.

Pembaharuan sistem pendidikan nasional dilakukan untuk memperbaharui visi, misi, dan strategi pendidikan Nasional. Pendidikan Nasional mempunyai visi agar terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa. Hal itu dilakukan untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia supaya berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Harapan Penulis melalui Opini ini dapat ikut serta membantu membuka wacana para orang tua, Mahasiswa, dan Pendidik dalam rangka mensosialisasikan sekaligus menyebarluaskan produk peraturan perundang-undangan “ bahwa pada hakikatnya pendidikan itu adalah tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Orang Tua, dan Masyarakat di daerah Nanggroe Aceh Darussalam pada khususnya dan khalayak luas.

kat.________________________________________________________________________________________________ Selaras dengan perkembangan tuntutan terhadap kualitas pelayanan dan hasil pendidikan, maka sudah selayaknya setiap komponen melakukan reposisi yang mengarah kepada aspirasi dalam bentuk partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan sekolah yang berkualitas. Bentuk partisipasi masyarakat dapat dihimpun sacara terorganisasi melalui suatu wadah yang disebut DEWAN SEKOLAH sebagai mitra kerja sejajar dengan Sekolah (SD/SLTP/SMU/SMK).

UUD 1945 BAB XIII PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Pasal 31

(1)

Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

(2)

Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

(3)

Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

(4)

Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

(5)

Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Pasal 32

(1)

Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.

(2)

Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.

BAB II

PERMASALAHAN DUNIA PENDIDIKAN

Kontek Permasalahan Global Dunia Pendidikan

Pendidikan nasional yang dijalankan di Indonesia memiliki tujuan, salah satunya yakni mencerdaskan bangsa, hal ini merupakan sebagai tanggung jawab yang sangat besar bagi keluarga, sekolah dan masyarakat juga pemerintah untuk dilaksanakan. Sampai ssat ini belum ditemukan pola pendidikan yang tepat bagi siswa, terbukti dengan mulai dari tingkat prasekolah sampai engan pendidikan tinggi. Pendidikan itu berada jantung masyarakat, karena pendidikan merupakan kekuatan potensial guna membebaskan manusia dari berbagai perbudakan dan memerdekakan bangsanya dari keterbelakangan. Pendidikan membantu manusiamemahami tentang apa yang dipelajari oleh manusia mengenai dirinya, membantu menempatkan keberadaan mereka dalam kontek yang tepat, membantu mereka dalam mempersiapkan diri menghadapi perubahan atau mengambil keputusan mengenai masa depan mereka sendiri.

Kita menyadari dalam melaksanakan program pendidikan kita terjebak dalam kegiatan rutin persekolahan, hal ini di karenakan oleh “kultur pendidikan”, umumnya di Indonesia rata-rata masih sangat lemah. Minimnya peran serta masyarakat (PSM)untuk mendukung kegiatan maupun pengembangan program pendidikan. Publik masih menganggap program pendidikan merupakan tanggung jawab Pemerintah semata-mata. Di samping itu, visi masyarakat tentang eksistensi pendidikan juga di pahami sekedar proses persekolahan semata-mata. Lemahnya visi pendidikan dapat dilihat pada sisi lemahnya kultur persekolahan (school culture) yang sesungguhnya sering diperbincangkan berbagai kalangan masyarakat dan para ahli dunia pendidikan. School culture sesungguhnya juga tidak dapat di pisahkan dari kegiatan sekolah. Pendidikan memiliki hubungan sinerjis, lembaga pendidikan, masyarakat, budaya dan nilai-nilai yang berlaku di tengah masyarakat. Pendidikan sesungguhnya bukan kegiatan tersendiri, sebagai semata-mata urusan sekolah dan administrasi sekolah, karena menyangkut aspek yang luas tanggung jawab besar masyarakat.

Imajinasi masyarakat masih menganggap pendidikan semata-mata tanggung jawab Pemerintah memiliki dampak pada partisipasi masyarakat terhadap kegiatan pendidikan. Pendidikan secara filosofis memiliki visi dan misi membentuk tatanan nilai. Konsep pendidikan yang bebas dari konsep nilai akan mengarah kepada sasaran pengembangan sektor pendidikan sebagai komoditas. Sehingga program pendidikan seolah-olah lepas dari tanggung jawab social/public, maka publik tidak memiliki dukungan terhadap persoalan yang dihadapi lembaga sekolah. Ketika asumsi umum bahwa program pendidikan semata-mata masalah komoditas, dan hanya direalisir pada batas kegiatan sekolah saja, sehingga membangun konsep-konsep pendidikan secara terintegrasi seperti apa yang seharusnya diwujudkan, hampir tidak pernah ada dalam kenyataan.

Kondisi dilematis ini telah membentuk warna dan pola pembangunan pendidikan di Aceh dalam enigma dan merupakan jalan panjang yang harus di tangani secara serius, dan hal ini tidak dapat di selesaikan hanya dengan tambal sulam, dan semata-mata terfokus pada usaha memperbaharui fasilitas gedung sekolah sebagai wujud perbaikan mutu pendidikan. Bangun Infrastuktur apa bangun SDM ?

"Ternyata moderenisasi penyelenggaraan program pendidikan terjebak dalam ideologi kapitalisme sistem pendidikan semata" (Freire : 1998)

Pemerintah, swasta dan masyarakat perlu mengembangkan konsep-konsep pelaksanaan program dan penyelenggara pendidikan yang mampu menampung partisipasi masyarakat dalam mengembangkan program pendidikan yang ideal sebagai proses kebudayaan, diharapkan melalui konsep tersebut program pendidikan, setidaknya dapat menjawab kelemahan sistim pendidikan secara bertahap. Untuk melerai benang kusut permasalahan pendidikan di Aceh melalui pendekatan program akselerasi telah banyak di lakukan, namun belum menunjukkan jawaban atas permasalahan yang ada. Program perbaikan mutu hanya melihat aspek pembangunan fisik semata seperti program akseleasi yang dilakukan lembaga sekolah tertentu dengan memiliki keistimewaan fasilitas, baik dalam pengadaan, misalnya pendirian gedung ekseklusif maupun tingkat implementasinya dengan biaya mahal. Ternyata moderenisasi penyelenggaraan program pendidikan terjebak dalam ideologi kapitalisme sistem pendidikan semata, demikian kritik tokoh pendidikan Brazil dalam bukunya Sekolah Kapitalisme yang licik (Freire : 1998)

Di Indonesia khususnya di beberapa kota besar, awalnya masyarakat agak sedikit bangga dengan munculnya lembaga-lembaga sekolah modern, dengan meningkatkan sarana fisik yang mewah seperti ruang belajar dilengkapi dengan sarana pendingin ruangan (AC), memiliki laboratium mewah,computer dan berbagai sarana dan prasana modern lainnya. Fenomena tersebut ternyata tidak dapat menjernihkan potret buram dan menjawab persoalan pembangunan system pendidikan nasional . Berbagai sekolah unggul yang bergengsi yang muncul ditanah air, oleh masyarakat dianggap sebagi fenomena baru dengan harapan membawa perubahan baru, tentang usaha perbaikan mutu dan peningkatan standar pendidikan nasional.

Akan tetapi kehadiran lembaga-lembaga sekolah elit ditengah masarakat kota di Indonesia menciptakn konflik dan polarisasi baru dimana kelompok elit kelas menengah keatas sebagai kelompok masyarakat yang dapat menikmatinya, karena mahalnya harga pendidikan mewah tersebut. Kondisi kapitalisasi penyelenggaran sektor pendidikan dalam prespektif tersebut telah menimbulkan masalah baru, sehingga terjadi polarisasi baru ditengah-tengah masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dan kesempatan memperoleh pendidikan sebagai wahana publik. Hanya kalangan masyarakat tertentu yang dapat menikmati kebutuhan akan pendidikan yang baik, bahkan lembaga sekolah tertentu akhirnya menjadi lembaga elit ditengah-tengah masyarakat yang umumnya sulit mendapatkan kesempatan memeperoleh pendidikan.

Perlu adanya sinerji atau kersama khususnya dalam membangun system pendidikan atas dasar kebersamaan dengan upaya mencari solusi yang bersifat konsektual yakni antara lembaga seperti : Pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi-industri dan lembaga lain sebagai usaha untuk menemukan konsep-konsep dan menciptakan program pendidikan yang bermutu guna memenuhi kebutuhan masyarakat.

Permasalahan Dunia Pendidikan di Aceh

Peran pendidikan memiliki posisi strategis sebagai investasi sumberdaya manusia untuk meningkatkan taraf hidupnya, sekaligus untuk mewujudkan kompetensi secara manusiawi dan profesional di bidangnya seiring dengan kemajuan pengetahuan, sains dan teknologi. Namun masalahnya, persoalan klasik di dunia pendidikan, seperti kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan dan rendahnya tingkat relevansi pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja, hingga kini masih menghantui dunia pendidikan di sebagian besar wilayah Indonesia.

Hal ini dapat dilihat dari jumlah angka pengangguran yang cenderung semakin meningkat di Indonesia, yang kenyataannya tidak hanya dipengaruhi oleh terbatasnya lapangan kerja. Namun adanya perbedaan yang cukup besar antara hasil pendidikan dan kebutuhan kerja.

Fenomena seperti gambaran di atas, besar kemungkinan terjadi untuk wilayah Aceh, dimana sektor pendidikannya cukup memprihatinkan. Kondisi ini semata-mata bukan hanya dipengaruhi oleh masalah teknis dan non-teknis pihak penyelenggara, tetapi lebih disebabkan oleh faktor eksternal

Kondisi perkembangan Aceh yang hamper tiga dasawarsa (28 tahun) ditengah kancah konflik yang berkepanjangn telah memperkeruh dan akahirnya lembaga pendidikan menjadi sasaran , seperti terjadinya pembakaran lebih dari 200 gedung sekolah. Untuk memenuhi tujuan yang dimaksud, perlu adanya sinergi atau kerja sama khusus dalam membangun system pendidikn atas dasar kebersaman dengn upaya mencari olusi yang bersifat konsektual yakni antara lembaga seperti pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat , perguruan inggi –indusdtri dan lembaga lain sebagai usaha untuk menemukan konsep-konsep dan menciptakan program pendidikan yang bermutu, guna memenuhi kebutuhan masyarakat.

Media masa telah melaporkan lebih dari ratusan sekolah di aceh dibakar oleh orang tidak dikenal. Demikian juga dengan kondisis konflik yang berkepanjangan dimana para tenaga pengajar banyak menjadi korban konflik, sehingga pelaksanan program pendidikan di Aceh mengalami ketertinggalan dari standar mutu yang ditetapkan pemerintah pusat atas dasar pemberlakuan instrument keberhasilan tingkat nasional seperti UAN, Bencana gempa bumi dan Gelombang Tsunami di Aceh dan sekitarnya telah membawa dampak demikian besar terhadap pelaksanan program pendidikan di Aceh. Dimana sebelum bencana alam yang emikian dasyat , pendidikan di Aceh sedang mengalami proses transisi pemulihan, dimana ratusan gedung sekolah dibakar dan ratusan tenaga pendidikan menjadi korban oleh orang tidak dikenal sebagai dampak konflik politik yang berlarut.

Dimana kondisi jumlah sekolah yang terdata setelah kejadian bencana gempa bumi dan gelombang tsunami di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam per tanggal 8 Febuari 2005 adalah sejumlah 961 mengalami kerusakan dengan skala kerusakan terbagi dalam tiga jenis yaitu :

1. Rusak berat

2. Rusak sedang

3. Rusak ringan


Dengan semangat rehabilitasi dan rekonstruksi yang mendasarkan dan sebagai wadah serta pijakan dalam melaksanakan program kerja dibumi serami Indonesia dan Nias yakni dengan lahirnya sebuah badan tim khusus yang bernama BRR (Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi) Aceh – Nias, maka berbagai stakeholder dan semua komponen yang berkepentingan memainkan peranannya dalam kontek pembangunan Aceh-Nias. Demikian juga yang terjadi pada sector pendidikan muncul berbagai konsep yang ditawarkan dan dibangun, baik itu yang dilakukan oleh NGO (Non Government Organisation) maupun LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)yang ada.

Akan tetapi dengan adanya berbagai macam konsep dan peluang yang ada, terutama pada sector pendidikan tidak dapat dimanfaatkan dengan baik dan dibarengi dengan rendahnya komitmen masyarakat dalam pendidikan anak yang tercermin dari kecilnya kontribusi orang tua terhadap pembiayaan. Rendahnya komitmen ini juga terlihat pada perintah daerah dalam dunia pendidikan. Dari fenomena yang muncul maka dapat diidentifikasi bahwa permasalahan dunia pendidikan di Aceh adalah sebagai berikut :

1. Masalah Keterlambatan

Keterlambatan yang dimaksudkan adalah keterlambatan dalam implementasi program pemulihan yang tercermin dari jumlah sekolah yang dibangun sangat terbatas, Hal ini bersumber pada kesulitan dari penyediaan lahan, akses transportasi dan keterlambatan pada sector-sektor terkait.

2. Masalah Penyimpanan

Penyimpangn dalam hal ini adalah dalam hal pemberian bantuan, kondisi ini tergambar dengan adanya kualitas bangunan sekolah yang dapat membahayakan siswa, penyimpangan ini juga terjadi sampai pada penyimpangan akidah dalam pendidikan anak dibarak-barak pengungsian dan rumah bantuan yang ada.

3. Masalah Penumpukan Bantuan

Terjadinya penumpukan bantuan terjadi diwilayah-wilayah tertentu, sehingga banyak wilayah yang tidak dapat tersentuh bantua, hal ini terjadi karena adanya akses yang sulit dijangkau dan tidak cukup menarik donor untuk memberikan bantuannya, misalkan di daerah Aceh Barat, Aceh Singkil, Aceh Jaya , Pulau Aceh dan Simeulue

4. Masalah Koordinasi dan Komunikasi

Masalah berikutnya adalah koordinasi dan komunikasi yang masih belum dapat terjalin dengan baik, walaupun usaha koordinasi telah dilakukan diberbagai lini dan sector, akan tetapi tetap saja banyak pilihan yang bergerak sendiri-sendiri dalam rehalibilitasi dan rekonstruksi . Dimana pada akhirnya melahirkan overlopping dan penumpukan bantuan serta adanya berbagai penyimpangan.

5. Masalah Pembangunan

Kecenderungan yang dilaksanakan disini adalah terjadinya penekanan pada pembangunan fisik saja, akan tetapi tidak terlihat aspek atau sisi kualitas yang mencakup kelembagan pendidikan dan komponen pendidikan (guru, siswa bahan ajar, kurikulum dan dana ). Padahal aspek perbaikan kualitas sangat diprioritaskan, hal ini dilakukan kaitannya untuk sekolah dalam system kurikulum dan evaluasi hasil yang bersifat nasional.

Kajian Teori

Dari permalahan dan fenomena yang terdapat pada uraian diata, maka penulis mencoba menarik benang merahnya bahwa peluang besar yang dimiliki oleh provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sangat besar dalam memajukan daerahnya dengan memasukannya dalam kelompok dalam kategori industri jasa dan perdagangan yang berlandaskan pada sektor pendidikan yang handal. Hal ini disebabkan karena kata kunci keberhasilan dari penguatan ekonomi masyrakat dalam dunia industri adalah sebagai berikut :

1. Perencanaan yang melibatkan seluruh stakeholder kunci, baik dalam pembuatan agenda penguatan maupun dalam berbagai tugas dan sumber daya pada pelaksanaan program. Proses perencanaan program yang melibatkan pertisipasi semua stakeholder kunci yang ada, menjadi penting agar agenda program benar-benar realistis dan dapat diterima oleh lapisan masyarakat dan stakeholder sehingga dalam pelaksanaan mereka bukan hanya mendukungtetepi juga memberikan kontribusi pada berbagai kegiatan, yang pada gilirannya sangat menentukan tingkat kebrhasiln program pembangunan.

2. Perencanaan bersam yang dimuati oleh pendekatan yang bercirikan market-driven(meminjan istilah ekonomi) yakni fokusnya pada upaya mempertemukan sisi penawaran (pelaku dunia pendidikan) dengan permintaan ( kalangan industri).Inclusive yang mencakaup seluruh aspek dunia pendidikan dan lembaga pendukung, collaborative yakni selalu menekankan solusi kolaboratif pada isiu-isu bersama dari seluruh stakeholder (swasta, lembaga swdaya masyarakat) dan lapisan masyarakat. Bersifat strategic yang membantu stakeholder menciptakan visi stategis bersama menyangkut dunia pembangunan daerah yang dilanadari oleh tingkat pendidikan masyarakat yang tangguh serta Value-creating yakni danya usaha untuk menciptakan hal baru melalui dunia pendidikan

3. Dalam pemanfaatan sumber daya khususunya, skema sharing (resource-risk and benafir – sharing) dan proses partisipatif merupakan kerangka landasan kerja yang disepakati dengan mitra kerja dan stakeholder pengembanagan model bisnis dalam membangaun sustainability prakarsa.

BAB III

PEMBAHASAN PERMASALAHAN

Analisa

Banyaknya sorotan mata dunia terhadap Aceh, membawa konsekwensi logis masuknya berbagai bantuan yang beraneka ragam jenisnya, termasuk didalammnya disektor pendidikan. Dimana setiap Negara donor menawarkan berbagai corak dan karateristik pendidikan yang beraneka ragam pula, akan tetapi masih perlunya koordinasi dalam pencapaian usaha dan tujuan dari pelaksanan program. Sehingga masyarakat dengan segala kemajemukannya saat ini selalu dihadapkan kepada bnyak pilihan. Oleh sebab itu masyarakat dituntut untuk bias merumuskan peran dan aksinya guna menyongsong masa depan yang lebih baik dan bermartabat. Upaya menyongsong masa depan agar lebih baik dari masa sekarang hanya dapat di tempuh dengan melalui pendidikan. Dengan demikian pendidikan merupakan proses untuk mmepersiapkan diri menghadapi situasi baru guna menemukan eksitensi diri secara cepat dan tepat.

Dengan demikian maka membawa dampak pada banyak masayarakat menganggap bahwa sekolah adalah satu-satunya tempat untuk menggantungkan nasib hidup ke depan, sehingga banyak sekolah dipuja tanpa ada beban sedikitpun. Padahal banyak sekolah uang menerapkan system pendidikan tidak membumi, tetapi hannya berpikir, menganalisis dan berdiskusi. Pola pendidikan ini harus dikritisi, karena selam 30 tahun lebih tidak ada lain karena tidak ada lagi guru, yang ada penatar, instruktur atau pawang, sehingga pendidikan tenggelam dalam power system. Akhirnya manusia yang dihasilkan oleh sekolah bukan lagi manusia merdeka yang peduli terhadap reliatas social.

Perubahan social dewasa ini berlangsung secara cepat, dari perubahan tersebut menimbulkan ketimpangan dan kesenjangan social dalam masyasrakat, oleh sebabitu semua pihak harus berupaya mengeliminir dan meminimalisir ketimpangan social tersebut melaui program-program yang berbasis sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.

Proses dari pelaksanan yang dijalankan dengan adanya percepatan yang didukung dari berbagai sumber, hal ini membwa dampak bahwa pembangunan yang dilaksanakan seolah hanya mengejar sebuah target besar yang hendak diraihnya. Mengingat bahwa pendidikan sebagai hak azazi setiap individu anak bangsa telah diakui dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap warga Negara berhak memperoleh pendidikan. Sedangkan ayat (3) menyatakan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlaq mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dalam undan-undang.

Alternatif dan Solusi Masalah Pendidikan

Berdasarkan fenomena yng tergambarkan diatas, maka penulis memberikan alternative solusi pemecahan dalam bidang pembangunan ksusunya disektor pendidikan adalah sebagai berikut :

  1. Pengembangan sistem pendidikan dan memantapkan pelaksanaannya dalam semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan termasuk pendidikan keluarga dan masyarakat;
  2. Peningkatan partisipasi masyarakat dan dunia usaha (dicantumkan dalam perda/qonun) dalam pendidikan dan membina hubungan yang erat antara pendidikan formal dengan pendidikan di dalam keluarga dan masyarakat termasuk revitalisasi keluarga sebagai lembaga pendidikan informal;
  3. Pelaksanaan revitalisasi lembaga pengelola pendidikan termasuk dinas pendidikan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota;
  4. Penyediaan anggaran pendidikan yang memadai dan berkelanjutan;
  5. Pelaksanaan sosialisasi mengenai pentingnya pendidikan sebagai hak asasi, investasi, dan aset kepada seluruh kelompok masyarakat serta pelaksanaan advokasi bagi pengambil keputusan untuk memberi perhatian besar pada pembangunan pendidikan;
  6. Peningkatan pemberdayaan masyarakat agar dapat secara aktif berperan dalam membangun pendidikan di wilayahnya secara berkualitas dan berkesinambungan;
  7. Penataan dan peningkatan kinerja penyelenggaraan pendidikan termasuk penelitian dan pengembangan, serta sistem informasi yang berkesinambungan; dan

8 . Pelaksaan penilaian, monitoring dan evaluasi secara berkelanjut

Dengan dasar pemikiran diatas, maka diharapkan dapat menjadi sumbangsih bagi penulis bagi perkembangan dan kemajuan Aceh dibidang pendidikan sebagaimana yang diamatkan dalam pembukaaan UUD 1945 ditengah-tengah suasana Aceh yang masih diwarnai kondisi carut marut, Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam di bawah kendali Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar dan melalui langkah-langkah yang tepat dan strategis, diharapkan sektor pendidikan dapat menjawab berbagai permasalahan dan tuntutan pembangunan wilayah Aceh di masa mendatang, serta dapat mendorong lahirnya pribadi yang beriman dan bertakwa. Lebih jauh upaya peningkatan mutu dan pelayanan pendidikan kepada masyarakat tersebut, sangat sejalan UUD 1945 yang menjamin hak warga negara untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Dengan demikian, melalui grand design pembangunan pendidikan yang konsisten, Aceh yang sempat terpuruk di seluruh sektor kehidupannya akibat konflik berkepanjangan dan dilanda musibah gempa serta tsunami, dapat bangkit dan mampu menyongsong masa depan yang lebih baik.



BAB IV

PENUTUP

Penulisan tugas mata kuliah Pengembangan Sumber Daya ( SDA,SDM, SDB Bidang Pendidikan ) dengan tema Permasalahan Dunia Pendidikan Di Provinsi Nanggroe aceh Darussalam Dan Alternatif Solusinya Pasca MOU Helsinsi Unuk Mewujudkan SDM Berkualitas ” adalah merupakan sebuah usaha yang memberikan informasi betapa pentingnya penyelesaian permasalahan pendidikan sehingga akan diperoleh sumber daya manusia yang berkualitas yang merupakannsuatu aset bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Tulisan atau informasi yang telah disajikan penulis diatas merupakan suatu paparan yang sangat singkat dan jauh dari kesempurnaan mengingat dari keterbatasan yang ada. Maka dengan rendah hati penuis berharap pembimbing dan pembaca yang budiman untuk kiranga dapat memberiakan masukan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnan tulisan ini. Terima kasih

Daftar Pustaka

Balai Pustaka, Undang-Undang 1945, Balai Pustaka Jakarta, 1994

Dinas Pendidikan Prov. NAD tertanggal 18 Febuari 2005

i Hafas Furqani, Aceh dan Kesadaran Sejarah, Aceh Institute, 2005

Paule Freire, Sekolah Kapitalisme yang licik, LP3S, 1998

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standarisasi Pendidikan Nasional

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2007 Tentang Sarana dan Prasarana Pendidikan

Qonun No. 23 Tahun 2003 Tentang Sistem Penyelenggaraan Pendidikan Di Prov. NAD

Surat Edaran No. 380/G.06/MN/2003 Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional tangal 20 Januari 2003 Tentang Pendidikan Inskusi

www. proyeksi.com

www.acehinstitute.org













Tidak ada komentar: